Jumat, 24 Juni 2011

Hai Nil, mengalirlah

Mesir jatuh ke dalam pelukan Islam. Amru bin ‘Ash r.a. ditetapkan Khalifah Umar bin Khaththab sebagai Gubernur di sana. Suatu hari di hari pertama di bulan dalam sistem penanggalan masyarakat setempat, orang-orang datang menemui Amru bin ‘Ash.
Juru bicara mereka berkata, “Wahai Amirul mukminin, Sungai Nil di tempat kami punya kebiasaan tidak mau mengalirkan air kecuali permintaannya dipenuhi.”
“Apa permintaannya?” tanya Amru bin ‘Ash.
“Kalau sudah tanggal 11 bulan ini, kami biasa mencari seorang anak gadis. Setelah kami menjadikan kedua orang tuanya senang dan ridha, maka kami menyuruh gadis itu berdandan dan berhias seelok mungkin. Lalu kami melemparnya ke Sungai Nil sebagai tumbal,” papar mereka.
Amru bin ‘Ash memotong, “perbuatan itu dilarang oleh Islam dan Islam melenyapkan ajaran buruk sebelumnya.”
Karena tidak ada solusi, para penduduk Mesir yang menetap di sekitar Sungai Nil memutuskan untuk menetap sementara seperti biasa. Bila air Sungai Nil tidak mengalir, mereka berencana pindah ke wilayah lain.
Melihat keadaan itu, Amru bin ‘Ash berkirim surat kepada Khalifah Umar bin Khaththab di Madinah. Amru melaporkan peristiwa yang dihadapinya dan meminta nasihat kepada Umar apa yang mesti ia lakukan.
Umar membalas surat Amru. Dalam suratnya Umar menulis, “Tindakanmu benar. Islam memang menghapus kebiasaan buruk sebelumnya. Aku telah mengirim kertas khusus untuk engkau lempar ke Sungai Nil.”
Surat Umar sampai ke tangan Amru. Amru membaca isi surat khusus yang ditulis Umar untuk Sungai Nil. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Nil penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika engkau mengalir karena kemauanmu, janganlah engkau mengalir. Tetapi bila engkau mengalir karena diperintah oleh Allah, maka aku meminta kepada Allah Yang Mahaesa lagi Maha Perkasa agar menjadikanmu mengalir.”
Kertas itu dilempar Amru bin ‘Ash ke Sungai Nil sehari sebelum hari raya Nasrani. Saat itu penduduk Mesir tengah bersiap-siap pindah ke negeri lain karena Sungai Nil yang menjadi sumber penghidupan mereka berhenti mengalirkan air.
Setelah surat Umar dilempar, keesokan harinya, di pagi hari di hari raya Nasrani, air Sungai Nil telah mengalir dengan ketinggian 7 meter lebih hanya dalam waktu semalam. Sejak itu adat buruk masyarakat Mesir melempar tumbal seorang gadis hidup-hidup ke tengah Sungai Nil berhenti.
Peristiwa ini tercatat dalam Tafsir Ibnu Katsir (3/480), Tafsir Al-Qurthubi (13/70-71), Tafsir Fakhrur Razi (21/74-75), Tarikh Al-Khulafa karya Asy-Syuyuti, Thabaqat Asy-Syafi’iyah Al-Kubra karya As-Subkiy, dan kitab-kitab masyhur lainnya.

Senin, 23 Mei 2011

Kematian Sebuah Misteri

 oleh Yoyoh Yusroh Full pada 24 Mei 2011 jam 10:38

(Artikel terakhir yang ditulis oleh Ustadzah Yoyoh Yusroh untuk sebuah majalah)

Siapapun manusia didunia ini, baik ulama, cendikiawan, dokter, psycholog, para normal atau apapun statusnya tidak akan tahu kapan hari, jam,  dan tanggal kematiannya. Karena kematian seseorang merupakan hak prerogative Allah SWT yang tidak pernah diumumkan kepada manusia.

Untuk para hamba yang memiliki pemahaman seperti ini, ia akan selalu siaga untuk menghadapi hari kematiannya dengan berbagai amal yang diridhoi Allah SWT. Siaga menghadapi kematian melebihi kesiagaan dalam hal lain. Misalnya saat ini banyak orang melakukan siaga bencana, siaga perang, siaga banjir dan siaga-siaga lainya tapi luput programnya dari siaga kematian. Padahal kematian adalah sebuah misteri, ia akan merenggut siapa saja didunia ini dengan tidak mengenal usia. Bukan hanya orang tua, tetapi anak muda, remaja bahkan bayi sekalipun dapat meninggal tanpa diprediksi. Kematian juga tidak mengenal apakah orang itu sakit atau sehat, karena  terbukti orang yang sehat, segar dan bugar juga bisa mengalami mati mendadak.
Kematian juga tidak selalu  dialami seseorang secara sendirian, karena bila Allah SWT menghendaki kematian bisa dialami oleh sebuah komunitas, atau suatu bangsa di suatu daerah , atau suatu wilayah atau suatu negara dalam jumlah yang sangat menakjubkan. Contoh peristiwa gempa bumi di Padang Sumatera Barat  atau Tsunami di Aceh dan yang terakhir di Jepang.

Sebagai seorang muslim kematian yang didambakan adalah mati syahid dalam membela agama Allah SWT, mempertahankan hak seperti yang dilakukan oleh saudara kita yang ada di Palestina saat ini dalam melawan Israel yang mengambil tanah mereka, menguasai masjid Al Aqsa dan berbagai hak hidup mereka. Namun karena kematian sebuah misteri tidak semua mereka yang berjuang mendapat karunia syahadah seperti yang di harapkan.

Ada juga  yang mengharapkan kematian  setelah melakukan ibadah seperti setelah selesai sholat, setelah berbuka puasa atau setelah selesai melaksanakan ibadah  haji,atau ibadah-ibadah lainnya.  Banyak harapan mereka yang dikabulkan Allah SWT.  Rita seorang aktifis dakwah di kota Tangerang teman saya menceritakan bahwa pada bulan Ramadhan tahun 2009 seorang bapak bernama Ahmad ikut  sholat tarawih. Setelah selesai sholat dan sedang berdzikir, ia terjatuh dan kemudian  meninggal dunia.  Cerita lain tentang  seorang ibu yang baru selesai berbuka kemudian terjatuh dan segera dilarikan kerumah sakit. Tak lama kemudian ia  meninggal dirumah sakit.

Ada lagi peristiwa  yang  sangat memilukan. Seorang ibu yang baru selesai menunaikan ibadah haji  meninggal di pesawat GA 981. Ketika ia menaiki tangga,  pas di anak tangga yang terakhir dekat pintu ia terjatuh dalam posisi duduk. Kebetulan penulis duduk di dekat pintu sehingga terlihat  jelas bagaimana ia terjatuh dan dibantu suaminya untuk duduk. Ia terlihat sangat lemah , sehingga dibaringkan dan di gotong oleh teman-temannya sesama jamaah haji dari Solo. Saat digotong  dan lewat di hadapan  penulis, penulis  berdiri dan sempat memegang kakinya yang  terasa sangat dingin. Kemudian pramugari melalui pengeras suara menanyakan siapa penumpang  yang dokter. Ia mohon bantuannya untuk menolong pasien yang sedang sakit. Ternyata ada dua dokter laki laki dan perempuan yang siap menolong, kemudian agak ramai mereka mondar mandir karena posisi duduk ibu Hartati-nama ibu itu-  di kelas ekonomi agak rumit untuk mendapat bantuan. Akhirnya kebijakan crew pesawat ibu Hartati di pindahkan ke kelas bisnis untuk memudahkan pengurusannya.

Setelah pesawat take off beberapa menit dan suasana agak tenang, masing masing petugas duduk kembali ke kursi masing masing. Penulis mencoba melihat ibu Hartati di tempatnya, ternyata beliau tidur mendengkur disebelah suaminya. Tidak lama kemudian  terlihat suasana yang agak ribut.  Ternyata ibu Hartati sudah meninggal. Ia meninggal  dalam posisi duduk.  Terpikir oleh penulis tidak mungkin selama 9 jam mayat bisa bertahan duduk di kursi. Akhirnya setelah musyawarah dengan crew pesawat jenazah ibu Hartati  diletakkan dibelakang barisan kursi bisnis terakhir dengan beralaskan plastik. Hal ini menjadi PR bagi penulis untuk memberi masukan kepada pihak penerbangan. Ketika rapat kerja bulan Mei 2010  dengan pengelola maskapai Garuda di komisi VIII yang membincang masalah biaya penerbangan haji,  penulis sampaikan kepada Dirut Garuda pak Emir Sattar  bahwa penerbangan harus selalu mempersiapkan KIT untuk jenazah berupa kantong mayat, karena sangat mungkin dalam penerbangan jauh atau dekat ada seseorang yang tiba ajalnya. Saat itu beliau mengaminkan, dan mudah-mudahan sekarang sudah  direalisasikan.

Itulah kematian yang merupakan hak  penuh Allah  SWT,  yang tidak bisa di duga oleh siapapun. Ia adalah لا يستاءخرون ساعة ولايستقدمون..... Tidak bisa ditunda sedikitpun atau di percepat. Wallahu  a'lam bis showwab.



Madinah Almunawwarah
23/04/2011
Yoyoh Yusroh

Minggu, 08 Mei 2011

kertas kusam yang sangat bermakna

catatan ini kutemukan diantara tumpukan bukuku,sudah sangat kusut, berdebu,,,membacanya mengingatkanku  kejadiannya di tahun 2007,,,ada acara dirumah seorang ustadz,, s bersama dengan beberapa teman kesana,stalh bantu bersih2...kami istrahat,,, ada yang menarik perhatianku, sebuah benda besar terpajang didinding diruang tengah rumah ustadz..kusajikan disini dengan mengedit sedikit (sedikitji) semaga bs menjadi inspirasi buat kt smua

kami rindu zaman ketika liqo adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan
kami rindu zaman ketika membina adalah kewajiban, bukan pilihan, beban apalagi paksaan
kami rindu zaman ketika tsiqoh menjadi kekuatan bukan keraguan apalagi kecurigaan
kami rindu zaman ketika tarbiyah adalah pengorbanan bukan tuntutan apalagi hujatan
kami rindu zaman ketika nasihat menjadi kesenangan bukan susdzon atau menjatuhkan
kami rindu zaman ketika hadir liqo adalah kerinduan dan terlambat adalah kelalaian
kami rindu zaman ketika akan pergi liqo membawa infaq, alat tulis, buku catatan dan terjemahan ditambah sedikit hafalan
kami rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tidak bisa hadir liqo
kami rindu zaman ketika seorang ikhwan berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya
kami rindu zaman itu,,,,kami rindu
ya Rabbana
jangan Engkau buang kenikmatan berdakwah dari hati-hati kami
jangan Engkau jadikan hidup ini hanya berjalan ditempat yang sama

Sabtu, 23 April 2011

Kartini: Nilai Perjuangan yang terdegradasi


Perayaan hari Kartini selalu dilakukan dalam lingkup nasional maupun daerah, dalam berbagai tingkatan umur dari tahun ketahun. Memasuki bulan april, berbagai  event kegiatan bertemakan ”kartini” telah ramai menjadi topik khusus.  
Kartini memang seorang perempuan yang luar biasa, sosok yang lebih maju daripada perempuan pada umumnya di zaman ketika beliau hidup. Hal ini terlihat dari cara beliau menuturkan pemikirannya, sikap dalam menjalani hidup serta tindakan nyata yang dilakukannya dalam menjawab permasalahan sosial.
Setidaknya terdapat empat hal menarik dari karakter Kartini pada proses pembelajaran makna perjuangan beliau. Pertama, Bagaimana Kartini dapat mengemukakan pikirannya dengan lugas dan cerdas. Bagaimana Kartini dapat menyampaikannya dengan baik bahwa budaya bangsawan Jawa yang kaku menghalangi kemajuan perempuan Jawa. Cara penyampaiannya yang cerdas menarik banyak simpati publik terutama pihak pemerintah Belanda yang sedang melakukan kebijakan politik etis.
"Sesungguhnya adat sopan santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila hendak berlalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah dengan menundukkan kepala sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh ber-kamu dan ber-engkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dengan bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah.

Berdiri bulu kuduk bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya harus perlahan-lahan sehingga hanya orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya,langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput. Bila berjalan agak cepat dicaci orang, disebut kuda liar"


Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899

Kemampuan Kartini menyampaikan ide dengan baik ini juga terlihat dalam keberhasilannya di kemudian hari, membuat suaminya mengerti apa yang dia perjuangkan, sehingga ide membuka sekolah baru untuk perempuan setelah beliau menikah tidak hanya disetujui tetapi juga didukung penuh oleh suaminya. Kedua, Kartini memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian sosial yang sangat tinggi. Di tengah ketidakberdayaan perempuan pada zamannya, Kartini tidak meratapi nasib melainkan menjawab permasalahan dengan membuka sekolah untuk perempuan. Ketiga, Kartini memiliki cara berpikir analitis dan strategis. Beliau dapat membaca situasi sosial masyarakat, dalam hal ini dapat melihat bagaimana pengaruh bangsawan dalam melakukan aksi nyata menuju arah yang lebih baik. Seperti yang dikatakannya bahwa apabila kaum bangsawan melakukan perubahan maka rakyat kecil akan mengikutinya. Keempat, Kartini memiliki pikiran yang terbuka terutama dengan nilai-nilai dunia barat tetapi juga sadar akan identitasnya sebagai manusia Indonesia yang menjunjung nilai ketimuran yang sopan. Kartini sadar bahwa dirinya berbeda dengan bangsa barat.
Perjuangan dan perjalanan hidup Kartini telah menjadi sebuah inspirasi unik yang bersifat nasional (bukan hanya sekedar suku Jawa saja) yang membawa perempuan Indonesia menjadi manusia yang utuh, tidak hanya berkontribusi dalam tataran domestik saja, tapi juga bisa berkontribusi nyata kepada masyarakat.  
Namun pada kurun waktu kekinian perjuangan Kartini dapat dikatakan mengalami pergeseran nilai yang justru menjauhi nilai inti perjuangannya. Kartini telah menjadi komoditi dalam perang pemikiran yang kontraproduktif terhadap penyebaran nilai inti perjuangan Kartini itu sendiri. Pertama adalah pengkultusan Kartini yang membuat segala pemikiran yang ditawarkan oleh Kartini adalah kebenaran, dan kedua, kenyataan bahwa kampanye pemikiran pemberdayaan perempuan yang tidak seimbang.
Kartini adalah seorang manusia yang terus belajar, dan sebenarnya hal tersebut sangatlah terlihat dalam kumpulan surat Kartini yang ”utuh”.  Sebagai contoh, banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Kartini akhirnya menerima poligami, padahal di awal kumpulan surat-suratnya beliau sangat menentang praktik tersebut. Fakta ini juga sejalan dengan kenyataan bagaimana Kartini mempertanyakan pada awal surat-suratnya mengapa harus membaca kitab suci agamanya tanpa tahu artinya, tapi pada surat beberapa tahun berikutnya menyatakan bahwa Kartini akhirnya bisa memahami arti kitab suci tersebut, yang mana surat terakhir tersebut di bawah ini, tidak pernah ada dalam buku Habis Gelap terbitlah Terang.

"Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk Al-Quran(surah al-fatihah) yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah SWT. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"


"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu tedapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?"


Surat R.A. Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 27 Oktober 1902

Terkait dengan kampanye pemberdayaan perempuan di Indonesia yang tidak berimbang, kenyataan bahwa banyak artikel dan buku yang dalam menjelaskan alasan di balik perlunya pengembangan perempuan adalah karena perempuan merupakan korban penindasan laki-laki. Hal ini juga didukung oleh pemaparan data-data mengenai kekerasan rumah tangga, sehingga secara implisit ada penyampaian pesan sebaiknya perempuan tidak menikah karena akan menyiksa dirinya sendiri dan memperlambat kemajuan eksistensi sosialnya.  Di sini Kartini kembali dijadikan komoditi dalam mempromosikan ideologi radikal tersebut dengan mengutip analisa bahwa akhirnya Kartini kalah dalam tekanan sosial dan pasrah dengan kenyataan menerima poligami. Padahal dari kumpulan tulisannya dapat kita temukan bahwa ketika Kartini menikah beliau tetap berkontribusi ke masyarakat melalui pendirian sekolah yang didukung penuh oleh suaminya, serta juga melakukan tugas paling mulia sebagai perempuan dengan melahirkan putranya.
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjalanan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama".

Surat R.A. Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902
Mari kita merenungi apa makna di balik perjuangan Kartini. Mengembalikan nilai perjuangan Kartini yang terdegradasi oleh penafsiran yang tidak utuh terhadap kaya-karyanya dengan meneladani perbuatan luhurnya dalam memperbaiki kondisi sosial, meneladani sikap hidup yang bijak, serta  tentunya menerapkan ”karakter Kartini” dalam kehidupan sehari-hari, bukan dengan melakukan debat ”ideologis” mengenai masalah pemberdayaan perempuan, posisi, dan kebebasannya. Dengan demikian apa yang diperjuangan Kartini dalam meningkatkan martabat perempuan Indonesia dapat terwariskan secara menyeluruh dan terus-menerus di masa depan.
Sumber:
www. Wikipedia.com
www.randy’s wife journal
audio: sejarah kartini; ustd ilham jaya Lc